Era Metaverse Jadi Tantangan di Dunia Pendidikan Poltekpos ujicoba Metaverse

Pada hari ini, Sabtu 9 April 2022 dilakukan sosialisasi dan pemaparan terkait penggunaan virtual reality dalam bidang pendidikan khususnya Mahasiswa Politeknik Pos Indonesia

Kegiatan ini di delegasikan oleh Wakil Direktur 3 Bidang Kemahasiswaan Alumni dan kerjasama Politeknik Pos Indonesia yaitu Bpk. Hilman Setiadi, SE., S.Pd., MT, harapannya mahasiwa dapat mengikuti proses perkuliahan dan kolaborasi dengan pihak luar melalui media virtual reality untuk pengembangan metaverse di bidang pendidikan.

Kepala bagian kemahasiswaan alumni dan kerjasama Bpk Roni Andarsyah, ST., M.Kom., SFPC pada kesempatannya berpesan kepada mahasiswa bahwa dunia pendidikan tidak dapat menolak kemajuan teknologi. Justru kita wajib memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut sebagai alat untuk melakukan kegiatan yang positif. Dengan adanya pengembangan metaverse oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa, maka dunia pendidikan mau tidak mau harus menyiapkan diri menyambut teknologi tersebut. Metaverse (jika memang berhasil dikembangkan) akan menjadi dejavu ketika internet dulu juga mulai masuk dalam dunia pendidikan.

Kegiatan ini dikuti oleh Tim kemahasiswaan Ibu Nur Fitriani, Bpk Budi Komara dan tim Organisasi Mahasiwa Poltekpos (MPM, BEM, Himpunan Mahasiswan Jurusan (HMJ) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Politeknik Pos Indonesia


Metaverse versi Zuckerberg digambarkan sebagai ruang virtual, di mana para penjelajah dapat melakukan berbagai aktivitas layaknya di dunia nyata, sepertinya melangsungkan rapat kantor, konferensi video, presentasi, hingga aktivitas hiburan seperti menonton konser dan belanja produk brand ternama.

Metaverse ini diibaratkan seperti sebuah wadah yang besar. Pada Metaverse, semua serba digital melalui Virtual Reality. Nantinya showbiz, entertainment, konser musik, fashion show, demo masak, talkshow, dan sebagainya itu semuanya mungkin terjadi di dunia virtual.
Ini merupakan challenge yang luar biasa, sangat sulit juga sebenarnya, karena ilmu itu terus berkembang, teknologi juga berkembang, sementara dosen di kelompokkan dengan keilmuan masing-masing. Riset Metaverse itu harus multidisiplin, ada psikologinya, ada blockchainnya. Jadi ketika kita bisa membuat holistic riset atau hotistic kurikulum mengenai Metaverse, itu yang sulit di struktur pendidikan di kampus-kampus di Indonesia.

Dengan adanya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, mahasiswa didorong untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang lebih relavan dengan dunia industri. Sehingga perlu adanya sinergi dan kolaborasi antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri saat ini.


Powered by Blogger.